Pagi ini saya akhirnya meninggalkan Paris dengan kenangan baik maupun buruknya. Melalui Bandara Orly di Paris bagian selatan, saya menuju ke Pisa, Italia. Di kota ini, saya hanya menghabiskan waktu selama tiga jam dengan satu jam di antaranya menikmati area Menara Pisa. Tampaknya pula, selain Menara Pisa serta gereja dan benteng tua di area tersebut, tidak ada tujuan wisata lain. Ya kalau mau, alun-alun kecil Vittorio Emanuelle II dihitung juga sebagai obyek wisata. Saking kecilnya desa ini, kita tidak perlu khawatir salah jalan dari/ke bandara, stasiun, maupun Menara Pisa; busnya cuma dua jenis dan semua mengelilingi desa ini.
Maka selesai di Pisa, saya beranjak langsung ke Roma menggunakan kereta. Seperti saat dari Paris ke Lourdes dan sebaliknya, sama menggunakan kereta super cepat Freccia(bianca) untuk rute Pisa-Roma. Berarti hingga saat ini, sudah empat kereta super cepat yang pernah saya naiki: Shinkansen, TGV, Thalys, dan Freccia. Semoga di lain waktu saya sempat mencoba kereta super cepat lain, seperti Shanghai Maglev.
Audiensi Paus & Roma Kuno
Hari pertama di Roma, saya mengikuti audiensi Paus di Vatikan. Audiensi ini berlangsung tiap hari Rabu. Kalau Anda ingin dekat dengan Paus memimpin audiensi, bisa memesan dua bulan sebelumnya untuk mendapatkan tiket merah. Kalau mau agak depan, bisa mengambil pada H-1 untuk tiket kuning. Mau datang di pagi sebelum audiensi dimulai juga bisa, paling-paling dapat agak belakang. Tapi yakinlah, pasti akan dapat tempat duduk atau area berdiri. Yang terpenting, pilihlah tempat duduk yang dekat dengan barikade supaya Anda bisa melihat langsung Paus saat berkeliling dengan mobil golfnya.
Ketika mengikuti audiensi di sini, saya melihat ada tampilan lagu dan tarian Indonesia. I am very impressed..!! Ada juga ternyata, penampilan kebudayaan Indonesia di depan penonton masif dari berbagai negara seperti ini -meski menurut saya, kata “Indonesia” kurang diperkenalkan selama penyampaian hiburan. Penampilan tadi -saya tahu ketika kembali ke Kedutaan- adalah bagian dari pembukaan Paviliun Indonesia di Museum Vatikan.
Points of Visit
Selesai dari audiensi di Vatikan sekitar siang hari, saya pun bergerak menyusuri Roma. Berikut urutan perjalanan, saya sudah mengaturnya sesuai jarak dari yang terdekat hingga terjauh dengan berjalan kaki. Selesai dari yang terjauh, kembali lagi ke Vatikan menggunakan kereta bawah tanah.
● Castel Sant’Angelo
● Trevi Fountain
● Pantheon
● Piazza Navona
● Capitoline Hill
● Septimius Severus
● Roman Forum
● Temple of Vesta
● Colosseum
Semua tujuan di atas bisa dicapai seluruhnya dalam setengah hari dengan berjalan santai. Jadi kalau kebetulan sekedar transit di Roma agak lama, Anda masih bisa menyempatkan diri melihat-lihat Roma.
Siapkan dan Pastikan Tap Tiket
Btw, kalau Anda naik bus di Roma tetap bayar ya, meski Anda tidak melihat benda untuk tap/bayar cash ataupun orang lokal membayar. Saya pernah membaca ada turis kena denda 50 Euro karena tidak memiliki tiket saat dilakukan random check. Tiket bus ternyata dijual di hampir semua kasir toko. Yaaa semua tentu berdasar kejujuran. Kalau mau curang, beli saja satu, kemudian tetap dipegang, tak perlu beli lagi, selama Anda tidak kena random check.
Saya mengalami random check ini, yasud tinggal check tiket saya ke mesin pencetak, dan petugasnya oke-oke saja melihat saya baru melakukan check di depan mata mereka. Jangan ditiru ya, hehehe.
Kembali ke situs-situs yang saya kunjungi di Roma, mna yang menarik? Tentu semuanya! Kita bisa mempelajari sejarah kota abadi ini sejak masa sebelum masehi hingga saat ini. Bangunan-bangunan seperti Colosseum dan Pantheon yang berasal dari abad pertama menunjukkan indahnya dan sudah rumitnya peradaban saat itu. Perubahan fungsi kedua bangunan juga menunjukkan alur perubahan kebudayaan, peradaban, dan cara berpikir masyarakat Roma. Juga Trevi di Fontain dan Piazza Navona menunjukkan bagaimana Roma pada abad ke-16 dan ke-17 selalu memiliki lapangan luas untuk berkumpul dengan pemandangan indah air mancur berlatar ukiran super cantik. Apalagi kalau mengelilingi Forum Romanum, kita bisa melihat peninggalan sebuah kekaisaran yang sempat bertahan ribuan tahun dengan wilayah membentang luas dari ujung Inggris hingga perbatasan Mesir. Mempelajari kebesaran pun kejatuhan mereka menjadi sesuatu hal yang sangat berguna dan menarik.
Vatikan & Major Basilica
Di hari kedua, saya kembali lagi ke Vatikan untuk mengikuti tur. Memang bisa jalan-jalan sendiri, tapi (apalagi kalau tidak membeli advanced ticket) kita bisa menghabiskan waktu dua jam lebih hanya untuk antre masuk dan membeli tiket. Anda bisa mengambil Viator atau City of Wonders untuk paket tur baik dan terpercaya. Saya kebetulan mengambil Jubilee Tour dari City of Wonders; mengunjungi empat basilika utama Katolik: St. Petrus di Vatikan serta (yang tertua) St. John Lateran, St. Mary Major, dan St. Paul outside the Wall di Roma namun masuk wilayah ekstrateritorial Vatikan.
Di Vatikan, perjalanan dimulai dari Museum Vatikan, menuju Sistine Chapel, dan berakhir di Basilika St. Petrus. Voila, saat yang lain antre panjang, tim tur City of Wonders saya melenggang masuk begitu saja pada 08.15. Belum lagi kalau mau mengambil tur pukul 07.30, mungkin Anda menjadi kelompok pertama yang masuk ke Museum Vatikan.
Kita sebenarnya bisa juga masuk dari arah Basilika terlebih dahulu, baru kemudian Sistine Chapel dan Museum sebagai titik akhir. Di luar paket tur tadi (terutama bila berakhir dj Basilika), kita bisa jalan-jalan sendiri ke makam para Paus di bawah gereja, berdoa di beberapa ruangan Basilika, ataupun naik ke atas dome -hanya boleh mengitari luarnya, tidak lagi bisa bagian dalamnya.
St. Paul outside The Wall
Setelah jeda makan siang, saya menuju St. Paul (a.k.a Paulus) outside the Wall. Seperti saya tuliskan tadi, tiga major basilica lain adalah wilayah ekstrateritorial Vatikan yang ada di Roma. Disebut di luar tembok karena saat Vatikan menjadi negara terpisah dari Italia, wilayah St. Paul adalah wilayah Vatikan yang ada di luar tembok Vatikan. Ini adalah basilika sejak abad ke-4 yang menyimpan jasad tubuh serta didedikasikan untuk Santo Paulus. Ia sendiri selalu digambar/ditampilkan bersamaan dengan Santo Petrus karena perjuangan mereka bersama, kekristenan bisa menyebar ke wilayah Romawi.
Basilika St. Paul outside the Wall lebih bersih, berwarna, dan rapi menurut saya, dibandingkan dengan Basilika St. Petrus. Mungkin karena di sini masih tinggal para rahib Benediktan -biasanya para rahib lebih rajin dan rapi dalam merawat sesuatu.
St. John in Lateran – Kedudukan Resmi Paus & St. Mary Major
Perjalanan pun berlanjut dan perhentian berikutnya adalah Basilika St. John in Lateran. Basilika ini disebut sebagai archbasilica dalam protokol Tahta Suci serta dunia Katolik alias basilika paling utama dan penting. Selain memang lebih tua daripada Basilika St. Petrus di Vatikan, hingga saat ini pun, kredensial diplomatik ke Tahta Suci juga disampaikan ke St. John in Lateran ini. Basilika ini sendiri didedikasikan untuk Yohanes Pembaptis dan Yohanes Rasul yang pada awalnya dibangun oleh Kaisar Konstantin untuk persembahan atas kemenangannya dalam berbagai perang.
Sebagai ibu segala gereja, Basilika St. John in Lateran menyimpan kursi kepausan. Paus terpilih di Vatikan hanya akan sah menjadi Paus saat ia duduk di kursi kepausan basilika ini dan mengucapkan sumpah sebagai Paus. Juga di dalam Basilika ini, tersimpan kepala Petrus dan Paulus -badan Petrus ada di Vatican sedangkan badan Paulus ada di St. Paul tadi. Selain itu, sedikit keluar dari bangunan utama gereja, ada Scala Sancta alias tangga suci yang ditapaki Yesus saat naik tangga pengadilan Ponsius Pilatus, yang dibawa dari Yerusalem oleh Helena, ibu Kaisar Konstantin.
Akhirnya sampai juga di perhentian terakhir dari major basilika, sekaligus yang terakhir dari jalan-jalan di Eropa, adalah St. Mary Major. Ini adalah Basilika yang didedikasikan untuk Maria sebagai ibu dan Yesus sebagai anak. Di tempat ini, Bernini, sclupture artist terkenal Italia yang karyanya ada di banyak bangunan utama, dimakamkan di sini sesuai permintaan dia. Beberapa paus juga dimakamkan di sini karena bangunan ini sempat menjadi Tahta Kepausan pasca masa kepausan Avignon, sebelum kembali ke Vatikan. Relikui terpenting di basilika ini adalah kayu palungan Yesus yang dibawa dari gereja di Yerusalem ke sini.
Epilog
Begitulah saya menutup perjalanan saya menjelajahi beberapa negara Eropa dalam rangka menemani ibu yang ingin pilgrimage trip. Semua diurus sendiri, ke sana-sini dengan rencana sendiri, memang ada kekurangan di sana-sini, tapi saya rasa banyak kelebihannya dan tidak menguras dompet kalau kita mengurus sendiri.Ratusan foto saya ambil selama berada di Italia, terutama di Vatikan dan Roma. Saya bahkan mengambil ribuan gambar dengan seratus lebih yang sudah saya pilih.
*Tulisan ini adalah bagian dari series Euro Pilgrimage Trip saya pada 11 – 24 Sept 2016