Uncategorized

Travel & Visa Hack Kairo-Jeddah

Saya di awal Maret bersama teman-teman melakukan perjalanan untuk menonton Formula One (F1) Jeddah -pengalaman pertama saya menonton F1 secara langsung. Selain ke Jeddah, kami pun sekaligus menikmati negara-negara lain di Timur Tengah. Untuk teman-teman muslim, rute mereka adalah Muscat (Oman) – Abu Dhabi (UEA) – Mekkah & Madinah (Arab Saudi) untuk umroh, baru kemudian Jeddah (Arab Saudi) untuk menonton F1. Sedangkan bagi yang non-muslim, karena tidak bisa memasuki Mekkah dan Madinah, maka di saat teman lain umroh, kami mengisi waktu dengan jalan-jalan ke Kairo.

Khusus saya, saya tidak mengikuti trip Muscat dan Abu Dhabi, tetapi langsung menuju Kairo. Bepergian kali ini, saya harus kembali menggunakan ilmu travel dan visa hack, terutama untuk Kairo dan Jeddah. Sesuatu yang sudah lama tidak saya gunakan -karena belakangan ini lebih banyak bepergian dinas sehingga kantor yang mengurus.

Berburu Tiket Murah

Untuk urusan tiket, satu pesan saya bagi kita semua penduduk Indonesia yang ingin bepergian ke luar negeri: Jangan pernah menggunakan travel app lokal -tidak perlu sebut nama ya. Seperti saat saya memesan tiket Jakarta-Kairo, opsi termurah yang ada adalah Rp 5,7 juta dengan rute Jakarta – Mumbai – Kairo menggunakan low cost carrier IndiGo. Terbayang kan bagaimana penerbangan 10 jam menggunakan LCC; maka lebih baik saya menghindarinya. Belum lagi waktu transit di Mumbai yang hanya satu jam -menurut review, bisa-bisa saya justru ketinggalan leg pesawat berikutnya.

Saya iseng mencoba travel comparison web/app dari luar negeri. Akhirnya saya menemukan Jakarta – Kuala Lumpur menggunakan KLM dan Kuala Lumpur – (transit sejenak di Abu Dhabi) Kairo menggunakan Etihad. Menggunakan full-service airlines, total yang saya keluarkan hanya Rp 5,5 juta. Beruntung juga KLM merupakan satu grup Skyteam dengan Garuda dan Etihad memiliki kerja sama khusus. Sehingga privilige dan benefit sebagai member Garudamiles, sangat berguna dalam perjalanan ini.

Untuk catatan awal, visa Arab Saudi dalam bahasan ini adalah visa turis, bukan bisnis, umroh, atau haji. Kalau sudah mendapatkan/memiliki memiliki visa umroh, maka visa tersebut kini bisa sekaligus menjadi sebagai visa turis. Visa turis secara independen mulai tersedia sejalan dengan pengembangan spot wisata non-pilgrimage oleh Arab Saudi, agar negara ini dapat terlepas dari ketergantungan ekonomi terhadap minyak.

Mengurus jalur biasa untuk visa turis (tersedia di Mall Epicentrum), biayanya adalah Rp 5,6 juta untuk 90 hari kunjungan. Sangat mahal untuk sebuah perjalanan selama 3 (tiga) hari dalam rencana saya. Belum lagi salah satu syaratnya adalah deposit di rekening bank minimal sebesar Rp100 juta. Itulah pentingnya travel dan visa hack untuk Arab Saudi, khususnya untuk Jeddah (dan Kairo -kita simak nanti).

Visa Hack untuk Arab Saudi

Ternyata, apabila kita naik Saudia atau Flynas, kita bisa mendapatkan visa turis stop-over cuma seharga Rp 388 ribu. Kedua maskapai ini adalah flag carrier Arab Saudi. Tapi sebelum melakukan booking, ada 3 (tiga) conditions dari visa ini yang tidak tertampil di halaman manapun. Conditions ini saya ketahui setelah saya mencari-cari tombol pembuatan visa dan akhirnya mendapatkan jawaban setelah bertanya pada customer service.

Pertama, kita harus memiliki penerbangan ke dan dari wilayah Arab Saudi dalam satu kode booking. Jadi pastikan kita membeli tiket dari kota X menuju kota Y (keduanya di luar Arab Saudi) yang otomatis akan melakukan transit di kota manapun di Arab Saudi (biasanya Riyadh atau Jeddah).

Saya sempat mengalami zonk sebelum mengetahui klausul ini. Saya terlanjur membeli Flynas -untungnya tipe LCC sehingga tidak terlalu rugi saat terpaksa hangus- hanya ke Jeddah karena niat meninggalkan Jeddah menggunakan Etihad. Ketika saya ingin membeli flynas untuk Jeddah ke Abu Dhabi hanya agar visa keluar, ternyata customer service memberitahu ketidakbisaan visa keluar karena berarti akan ada 2 (dua) kode booking berbeda.

Condition kedua adalah titik berangkat dan pulang haruslah dua kota berbeda. Saya tulis tadi, kita harus memli tiket dari kota X menuju kota Y (berbeda kota). Jadi tidak bisa misalnya kita membeli Jakarta-Jeddah PP dan mendapatkan visa stop-over. Dalam kasus saya, untungnya saya berjalan-jalan dulu ke Kairo sehingga akhirnya, saya issue tiket Kairo-Jeddah (transit 3 hari)-Jakarta. Saudia maupun Flynas memberikan opsi transit hingga 4 (hari) dalam pilihan penerbangan -sesuai dengan maksimum masa visa transit yang tersedia.

Visa Transit/Turis Arab Saudi

Pilihan stop-over di Saudia atau Flynas kemudian mengarahkan kita untuk memasuki laman Visit Saudia -dirancang bagi para wisatawan transit yang ingin menikmati Arab Saudi. Selain mendapatkan visa stop-over murah, pilihan di Visit Saudia memberikan gratis 1 (satu) malam di hotel berbintang 5.

Sebenarnya secara total nominal, biaya penerbangan Saudia dengan stop-over ini sama saja dengan penerbangan non-Saudia plus harga visa normal dan biaya hotel. Namun kelebihannya, kita tidak perlu ribet memikirkan pengurusan visa yang memerlukan seabrek dokumen dan belum tentu approved.

Visa Hack untuk Mesir

Dari seluruh proses persiapan jalan-jalan kali ini, hal paling memusingkan adalah pengurusan visa Mesir. Setelah travel hack dan visa hack selesai untuk Jeddah, maka saat itu kita mulai beralih mempersiapkan diri untuk Kairo. Kami tidak menyangka bahwa visa Mesir tidak bisa diajukan online, menggunakan e-visa, visa on arrival, atau visa transit maskapai.

Berbagai informasi berseliweran saat itu, termasuk bahwa seluruh negara Timur Tengah sudah menerapkan single visa yang ternyata baru memasuki tahap uji coba pada 2025. Hal paling zonk adalah untuk paspor Indonesia, visa diurus secara manual ke kedutaan dan apabila approved, akan ditempelkan kertas visa di paspor.

Mencoba berselancar mencari informasi online, ternyata visa Mesir ini cukup ajaib. Visa tersebut sudah pasti keluar, namun membutuhkan waktu 1 (satu) bulan untuk prosesnya. Mengingat kami akan berangkat di awal Maret -bahkan teman saya di akhir Februari karena akan berlibur di negara lain dulu, maka belum mengajukan visa di tengah Januari adalah sebuah mimpi buruk.

Mencoba ke 3 (tiga) agen travel, tidak ada satupun yang berani memfasilitasi. Secara tidak terduga, salah seorang teman saya membuat whatsapp story yang mempromosikan travel miliknya dan salah satunya adalah pengurusan visa ke Timur Tengah, termasuk Mesir!

Akhirnya menggunakan jasa travel teman tadi dengan berkali-kali teman saya meyakinkan bahwa selama masih dalam frame 30 hari, visa pasti akan keluar. Hampir seminggu melewati Pemilu di Hari Valentine, kami mulai deg-degan karena visa belum keluar. Dus! Ternyata visa benar-benar keluar di 21 Februari alias benar-benar dalam window 30 hari (dengan teman saya tadi, berangkat di 29 Februari).

Visa Mesir

Pertama Kali Menginjak Kairo (dan Afrika!)

Akhirnya perjalanan pun dimulai. Saya, sebagai “pembalasan”, membeli on-ground package di travel milik teman saya tadi. Agent partner di Kairo-nya ternyata sangat luar biasa. Seseorang menjemput saya bahkan sejak sebelum pos pemeriksaan imigrasi dan mengantar saya melewatinya. Jadi saya tidak mendapatkan kesulitan atau keribetan dengan imigrasi.

Setelah ngopi sejenak di luar bandara -di sini saya sempat dibercandai untuk wajib menghapus foto-foto, namun ternyata orang yang menyuruh adalah karib tour guide saya, saya langsung menuju hotel dari bandara. Jaraknya sekitar satu jam dari bandara di kawasan Giza (penduduk setempat menyebut Kairo dan Giza sebagai Kairo), dan sangat dekat dengan kompleks Piramida Giza.

Saya bisa melihat piramida langsung dari hotel saya. Jalanan di depan hotel agak ramai dan berdebu karena sedang banyak pembangunan jalan. Saya bertanya kepada mereka apa yang sedang mereka bangun dan ternyata itu adalah taman yang sangat panjang di sepanjang jalan yang akan berfungsi untuk kedai kopi dan toko kecil.

Penuh Sesak ala Kairo

Kairo sendiri memang sedang mengalami pembangunan jalan yang pesat. Bahkan driver saya mengaku agak bingung harus mengambil arah mana karena jalan-jalan baru bermunculan dalam waktu yang begitu singkat.

Saya kemudian menghabiskan malam bersama pemandu saya menjelajahi Giza untuk mencari masakan lokal dan kopi. Cuaca musim semi sangat ideal untuk menikmati kedai kopi lokal di luar ruangan.

Hari kedua selanjutnya kami dedikasikan untuk Piramida, Spinx, dan Museum. Sungguh menyenangkan melihat salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Betapa menakjubkannya mereka dibangun sejak ribuan tahun lalu dan masih berdiri kokoh hingga saat ini. Hari ketiga memberi saya pengalaman yang lebih menarik karena kami mengunjungi gereja yang sangat unik, yakni adalah Cave Curch di wilayah Old Cairo. Pada sore dan malam harinya kemudian, saya sedikit berjalan-jalan dan mencoba makanan lokal di pusat kota Kairo.

Hari keempat hanyalah perjalanan ke bandara. Salah satu aspek yang sangat menarik adalah betapa padatnya bandara tersebut. Meskipun terminal baru dibuka untuk pelancong internasional, sistem dan personelnya memerlukan perbaikan yang signifikan. Namun harus diakui, staf imigrasi sangat profesional. Hal yang penting untuk manajemen ekspektasi kita adalah bersiaplah berinteraksi dengan orang-orang Mesir yang cukup “menakjubkan” tindak-tanduknya di bandara.

Jujur saja, Kairo mirip dengan kota-kota kecil di Indonesia pada tahun 1980-an dengan kondisi lebih ramai bangunan dan mobil. Cukup membuat geleng-geleng kepala bagaimana sebuah kota berusia 7.000 tahun, perkembangannya gini-gini saja.

Jeddah Yang Begitu Bersih dan Rapi

Akhirnya saya mendarat di Jeddah. Sejak memasuki area kedatangan, saya mendapatkan pengalaman yang luar biasa, baik sistem bandara, imigrasi, hingga mencari taksi. Semuanya sangat rapi dan terorganisir. Jeddah pun sangat bersih. Mobil ada di mana-mana karena semua orang mengemudi. Meski begitu, jalan terasa lengang karena ukurannya yang lebar. Kecuali kereta berkecepatan tinggi yang menghubungkan Jeddah-Mekkah, tidak ada satupun angkutan umum tersedia.

Kami tidak banyak berjalan-jalan di Jeddah karena tujuan utama kami ke kota ini memang menonton balapan Formula One yang berlangsung tepat malam setelah saya tiba. Di hari kedua, saya mencoba beberapa kedai kopi dan mall yang menurut saya sangat tertata. Banyak barang branded tersedia dengan harga lebih murah dibanding di Jakarta.

Satu hal yang saya perhatikan di Jeddah adalah industri hospitality yang sangat baik. Keramahan dan rasa bersahabat terasa, serta semuanya berbicara bahasa Inggris dengan baik. Saya yakin hal ini salah satunya karena banyak jamaah umrah dan haji harus tiba di Jeddah terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke Madinah atau Mekkah -tidak ada bandara di dua kota ini. Belum lagi Jeddah yang merupakan pusat komersial Arab Saudi yang saya rasa membuat interaksi dengan orang asing menjadi hal lumrah.

Epilog

Perjalanan singkat dari Indonesia ke Afrika dan Timur Tengah yang hanya enam hari namun sangat merepotkan dan cukup mahal, bahkan ketika dibandingkan dengan bepergian ke Eropa atau Amerika. Namun saya dapat mengatakan bahwa perjalanan kali ini adalah pengalaman yang benar-benar mengesankan. Saya hanya berharap mulai tahun depan, negara-negara GCC sudah benar-benar memiliki visa tunggal, mirip dengan kawasan Schengen sehingga mempermudah dan mendorong orang-orang seperti saya (dari Indonesia) untuk lebih mengeksplorasi negara-negara tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *