Zaman dulu tuh begini, sekarang kok begitu.
Kalimat di atas sering kita dengar. Salah satu contoh yang belakangan ini muncul adalah soal anak vs guru: seorang guru dipidana karena mencubit seorang siswa SD. Cubitan tadi diadukan oleh si anak ke orang tua yang menindaklanjutinya dengan melapor ke polisi.
Rata-rata komentar orang, “Zaman saya SD dulu, kalau saya dicubit atau ditampar guru dan saya lapor ke orang tua, saya malah ditambah hukumannya. Bisa ditampar dua kali saya. Kalau sekarang, disenggol sedikit saja, orang tua sudah ribut dan lapor polisi.” Komentar lain mirip-mirip seperti itu; pada intinya membandingkan bagaimana orang tua dan anak zaman sekarang lebih manja daripada zaman si komentator.
Pertanyaan saya: Bukankah si komentator zaman sekarang adalah si anak zaman dahulu? Berarti ia mengatakan dirinya sendiri manja? Kalau memang menurut dia, praktek dulu itu benar dan sekarang salah, lha kenapa dia tidak menerapkan praktek zaman dulu itu? Kenapa dia berubah menjadi manja seperti orang tua dan anak zaman sekarang?
Kasus lain misalnya soal pengawasan orang tua ke anak. Banyak komentar berseliweran, “Orang tua zaman sekarang terlalu banyak memberikan kebebasan ke anak. Yang terjadi, semua kebablasan. Coba itu zaman saya, tidak boleh tuh.” Pengawasan ini mencakup, misalnya soal pornografi, batas pergaulan, atau (sedikit OOT) belajar ditemani orang tua.
Maka pertanyaan saya: Bukankah orang tua zaman sekarang adalah anak zaman dahulu? Kenapa si anak zaman dulu ini tidak menerapkan hal yang sama ke anaknya di zaman sekarang? Toh hanya medium yang berubah, niat pengawasan bisa tidak berubah; kecuali juga memang berubah.
Epilog
Maka kemudian, apa yang menjadikan seseorang melakukan protes tentang apa yang terjadi sekarang, padahal dialah agen perubahan “dulu ke sekarang”. Komentator tadilah yang memelopori, menjalani, dan mengimplementasikan perubahan. Kenapa dia protes saat hal tersebut sudah berubah?