Bagi orang Jakarta, menghabiskan weekend di Puncak sudah mainstream sekali. Saya tidak mau mainstream, maka saya menghabiskan weekend di Tokyo saja.
Itulah pernyataan sombong yang saya lontarkan ketika orang bertanya kenapa jauh-jauh ke Jepang hanya menghabiskan waktu 3 (tiga) hari saja.
Menemukan Tiket Murah
Semuanya dimulai malam itu saat teman saya MAJ mengirimkan pesan Whatsapp, mengabarkan bahwa AirAsia sedang menawarkan promo penerbangan Jakarta-KL-Tokyo PP. Awalnya saya malas ikut menemani dia karena saya sudah pernah berkunjung ke Tokyo. Tiket boleh murah, tapi hotel dan transportasi di sana tetap saja super mahal.
Berpikir lama sambal mencari-cari teman yang tinggal di Tokyo dan bisa ditebengi, akhirnya salah seorang teman yang dulu bersekolah di dekat Kyoto, saat ini sudah bekerja di Tokyo. EET, teman saya itu, menyewa sebuah apartemen di Tokyo dan bersedia untuk ditebengi.
Maka saya pun setuju untuk menemani. Namun proses pemesanan tiket pun menjadi drama tersendiri. Berhubung sudah malam, saya tentu sudah berada di kamar kos. Nah kamar kos saya ini kesulitan menerima sinyal HSDPA yang berakibat pada super lemotnya internet di HP saya –baik dipakai langsung ataupun tethering. Saya coba naik ke atas atap, turun ke luar, Cuma sedikit membantu. Setelah berjalan beberapa meter menjauh dari kosan, maka sinyal pun mulai mantap.
Cobaan Mendapatkan Tiket Murah
Namun saya melakukan booking melalui HP, maka bisa dibayangkan keribetannya. Kenapa tidak sekalian book via MAJ? Jawabannya karena saya sedang tidak punya uang, sehingga saya akan membayar tiket itu menggunakan kartu kredit dan melunasinya saat gajian. Via HP, saya coba bayar menggunakan Klikpay BCA. Dus, saya lupa password saya. Coba bayar via mastercard, membutuhkan verifikasi kode angka yang tidak juga masuk ke HP saya smsnya –esoknya saya telepon Halo BCA dan diinfokan ternyata sms itu perlu pulsa setidaknya 500 perak sedangkan pulsa saya tersisa 150 perak, pantas saja.
Drama pun selesai saat MAJ menawarkan menggunakan kartu kredit dia, toh ada sistem cicilan untuk tiket ini dari bank penerbit dan saya tinggal mencicil tiket itu selama enam bulan. Selesai booking, maka saya pun tidur dengan tenang.
Esok paginya saya iseng buka web AirAsia. Kami akan berangkat Jumat dan pulang Senin. Saya lihat harga tiket hari Selasa, Rabu, dan Kamis; ternyata semuanya masih promo. Saya langsung menelepon Adit dan bertanya kenapa kami tidak mengambil penerbangan pulang Selasa atau Rabu. Padahal hari Selasa adalah hari libur nasional. Begitu juga hari Kamis. MAJ pun menjawab bahwa ia tidak mau kehabisan uang membayar kamar hotel. Maka saya mengingatkan kalau teman saya EET sudah menyediakan diri untuk ditebengi. Apakah saya kurang jelas memberi informasi atau karena drama malam tadi, MAJ kurang menangkap informasi, entahlah. Yang pasti sedikit perasaan menyesal menghantui kami. Untuk menghilangkan perasaan itu, maka terciptalah kalimat “Bagi orang Jakarta, menghabiskan weekend di Puncak sudah mainstream sekali. Saya tidak mau mainstream, maka saya menghabiskan weekend di Tokyo saja.” untuk tiap orang yang bertanya kenapa hanya tiga hari di Jepang.
Mengurus Visa
Mengurus visa Jepang jauh lebih mudah dan murah dibanding visa Amerika Serikat. Cukup mengisi 1 lembar informasi diri plus 1 lembar rencana perjalanan serta seperti biasa ditambah foto, maka sudah siap semuanya. Baca sana-sini, proses visa juga cukup 3 hari kerja untuk bisa diambil. Disetujui atau tidak, ditentukan pada saat dating menyerahkan berkas. Kalau berkas diterima, maka tandanya disetujui. Berkas tidak diterima, maka tidak disetujui.
Maka pada hari H kami mengurus visa, segampang yang diinformasikan. Ambil nomor antrean, menunggu sebentar, dipanggil, menyerahkan berkas, Tanya-jawab sedikit, dan langsung mendapatkan tanda pengambilan visa.
Keberangkatan
Hari H keberangkatan dan untuk sekali lagi, penerbangan internasional menggunakan Terminal 3 Soetta. Saya agak malas mengantre imigrasi dan merasa e-paspor yang mahal ini tidak berguna. Sedangkan MAJ justru senang karena cap di paspornya bertambah. Ya sudahlah. Intinya kami menunggu boarding, kemudian naik pesawat.
Baru terbang sejenak, kami sampai di LCCT Terminal – Kuala Lumpur International Airport. Terminal ini dibangun dan dikelola oleh AirAsia dan dikhususkan untuk penerbangan low cost carrier, alias penerbangan murah tanpa bagasi dan makanan itu. Terminal ini terpisah dengan bangunan utama KLIA dan perlu menggunakan kereta berbayar untuk bepergian di antara dua “bandara” ini. Percaya atau tidak, LCCT yang khusus untuk penerbangan murah ini masih jauh lebih bagus daripada Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Cukup menyedihkan bukan.
Transit sekedar 2 jam, kami hanya menyempatkan diri untuk sarapan kemudian kembali masuk ke area tunggu untuk penerbangan ke Tokyo. Dus, kami berangkat dan 5 jam kemudian (atau 6 jam karena perbedaan waktu), kami tiba di Haneda atau nama resminya Tokyo International Airport. Bandara ini lebih kecil daripada Narita tapi punya ranking yang lebih tinggi menurut Skytrax dan Forbes. Dulu di kunjungan sebelumnya, saya mendarat di Narita dan sekarang di Haneda.
Bandara ini cukup dekat dengan kota sehingga dengan menggunakan kereta, hanya diperlukan 20 menit hingga sampai ke stasiun dekat apartemen teman saya. Hanya saja, berhubung kami tiba di Jumat malam alias persiapan weekend, maka bisa dibayangkan sendiri bagaimana penuhnya kereta subway itu di jam 11 malam.
Tokyo masih sangat ramai, namun kami memilih untuk beristirahat saja. Makan malam juga di apartemen, membeli makanan kecil di minimarket, supaya siap untuk esok hari.
Mulai Menjelajahi Jepang
Hari Sabtu pagi pun dimulai. Kami hanya punya waktu Sabtu, Minggu, dan Senin (sampai matahari terbenam) untuk berkeliling Tokyo. Niat kami memulai perjalanan pukul 07.30 tidak terlaksana karena jam segitu kami baru bangun setelah ngobrol semalaman. Akhirnya perjalanan dimulai pukul 8.15.
Intinya, kami mengitari segala hal terkenal di Tokyo, bahkan yang tidak terkenal sekalipun, seperti menyusuri rumah-rumah a la Tokyo. DI hari Minggu, saya menyempatkan diri kumpul alumni SMA saya, Ikastara –Ikatan Alumni SMA Taruna Nusantara. MAJ yang bukan satu almamater SMA, saya ajak juga. Toh acara kumpul-kumpul bebarengan dengan makan siang. Dia juga sudah banyak terpapar tentang SMA TN –atau terpaksa, entahlah, hehe.
Di hari Senin karena agak capek berjalan kaki, kami mengambil city tour murah berkeliling Tokyo. City tour ini membuka kesadaran kami bahwa masih banyak yang belum dikunjungi secara detail. Tentu saja ya karena kami hanya 3 hari di Tokyo.
Yang pasti, sangat menyenangkan berada di Tokyo. Semuanya bersih dan rapi, masyarakatnya ramah, komposisi kota antara bangunan baru dan tua sangat pas. Pesan saya bagi pembaca, rasakan sendiri atmosfer Tokyo dengan berkunjung ke sana. MAJ pun sendang meski menyesali satu hal, yakni tidak sempat mengunjungi Gunung Fuji yang memang butuh waktu 6 jam untuk perjalanan bolak-balik.
Kepulangan
Kami harus kembali ke Jakarta pada Senin malam. Berhubung di Tokyo dan Haneda, kami tidak perlu menyediakan diri setidaknya 3 jam waktu perjalanan ke bandara seperti di Jakarta dan Soetta. Namun untungnya kami tiba lebih awal karena ternyata antrean check-in untuk pesawat kami sangat panjang. Selesai check-in, makan malam sejenak, dan naiklah kami ke pesawat untuk perjalanan pulang.
Kembali, kami transit di LCCT-KLIA. Berhubung ada waktu transit 4 jam, kami pun menyempatkan diri ke KLIA. Lumayan besar, lumayan bersih. Memang tidak sekelas Changi atau HKIA, namun kalau Changi dan HKIA mendapat nilai 10, sedangkan Haneda 9. Maka KLIA saya beri nilai 8 dan Soetta 6.
Setelah berkeliling KLIA, sarapan sejenak di sana, kami kembali ke LCCT dan kemudian terbang kembali ke Indonesia. Jadi apakah weekend ke Tokyo nantinya juga jadi mainstream? Saya bisa tertawa-tawa saja.