Pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta. Saat itu saya sedang super galau setelah dinyatakan lulus sebagai mahasiswa Hubungan Internasional dan menyandang gelar SIP. Memang belum wisuda –karena tidak terkejar untuk wisuda bulan November– namun di bulan Januari itu saya sudah seorang sarjana. Kenapa super galau? Karena saya harus menghadapi kenyataan bahwa setelah tanggal 20 januari itu, saya sudah berstatus pengangguran, bukan lagi mahasiswa (yang sedang skripsi). Maka itu saatnya saya menimbang, pekerjaan seperti apa dan di mana yang benar-benar sesuai dengan hati tetapi juga menjamin masa depan.
Mencari Pekerjaan Pertama
Maka saya pun mulai ikut jobfair yang diadakan oleh kampus, mencari lowongan sana-sini. Dua minggu lebih sedikit berlalu sejak tanggal saya wisuda, saya diterima di sebuah bank BUMN. Seluruh rangkaian tes, kecuali medical check-up, dilakukan hanya dalam waktu 3 hari. Saat hanya tinggal medical check-up dan saya tidak pernah datang meski saya ditelepon dua kali untuk mengikuti tes akhir yang katanya hanya formalitas itu. Saya akhirnya lebih memilih bekerja dengan status intern alias magang di sebuah lembaga think-tank politik yang terkenal juga sebagai grup lobi DPR / pemerintah. Menurut saya waktu itu –bahkan sampai kini, keren sekali bisa bekerja di situ meski baru berstatus anak magang. Gaji? Saya mendapatkan gaji setara UMR Jakarta pada tahun 2011 itu.
Saat itu banyak teman menyarankan untuk tidak mengambilnya karena harga kos-kosan di Jakarta termurah pun minimal setengah dari gaji saya. Namun beruntung saya masih memiliki tabungan dan bisnis sampingan kecil-kecilan sehingga saya yakin dapat menutup kebutuhan hidup sehari-hari. Tidak meminta atau menerima uang lagi dari orang tua namun tetap bisa memenuhi kebutuhan, menjadi parameter saya begitu lulus kuliah.
Dan voila, saya tiba di Jakarta di hari Sabtu untuk pertama kalinya bekerja –sebelumnya sudah pernah, hanya untuk magang tidak dibayar selama 1 bulan saat berstatus sebagai mahasiswa dan menginap-makan di rumah teman. Malam pertama menginap di rumah seorang teman, kemudian esok harinya mencari kos untuk kemudian malam hari langsung masuk ke kos-kosan bersiap untuk masuk kantor di hari Senin.
Dinamisnya Ibu Kota
Maka di hari Senin, saya mulai merasakan dinamisnya ibu kota. Semua berjalan dengan cepat; manusia berjalan cepat, kendaraan terburu-buru, orang berbicara cepat juga. Di tempat kerja? Semua ramah, masih muda, bersemangat, suka berbagi pikiran. Sore hari pulang dari kantor di hari pertama; cukup makan malam dan beristirahat untuk mengeksplorasi Jakarta di hari-hari selanjutnya.