Uncategorized

Setitik Debu

Lebih dari tiga minggu saya belum menuliskan apapun. Lagi-lagi karena tiga minggu belakangan, banyak sekali kegiatan yang mengharuskan saya berinteraksi dengan orang lain. Bagi yang belum menyimak postingan saya sebelumnya: saya biasa menulis menggunakan handphone saya dan ketika berinteraksi dengan orang lain, haram bagi saya membuka-buka handphone.

Setitik Debu

Puitis sekali bukan judul yang saya buat? Saya merasa hanya setitik debu jika apa yang saya capai sampai detik ini, dibandingkan dengan capaian orang-orang yang saya temui selama tiga minggu terakhir tadi.

Pertama, pada event World Economic Forum di mana ratusan CEO dan pengambil kebijakan negara berkumpul di sana. Melihat mereka, tidak sedikit yang usianya di bawah 35 tahun. CEO perusahaan internasional/multinasional dan pejabat setingkat menteri ke atas di usia muda seperti itu tentu capaian yang luar biasa, kan? Sedangkan saya, meminjam judul lagu Cita Citata “aku mah apa atuh”.

Kedua, saya berinteraksi dengan banyak orang dari Desa Banjaroya, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Meskipun di desa, ternyata pencapaian mereka di bidang keamanan pangan luar biasa. Tiap warga desa paham mana pangan aman dan tidak, bagaimana mengolahnya dengan aman, hingga menyajikannya dengan aman dan sehat. Tidak hanya orang-orang tua, anak-anak kecil, remaja, dan pemuda pun aktif memberikan penyuluhan ke desa-desa lain. Di saat saya serampangan membeli dan mengolah makanan, ternyata masyarakat desa ini dengan sadar sudah memulai hidup sehat dan aktif menularkannya. Lagi-lagi…. “aku mah apa atuh”.

Terakhir, interaksi dengan teman-teman alumni SMA Taruna Nusantara, baik angkatan saya sendiri kala reuni maupun dengan angkatan lain saat family gathering. Dua acara ini hanya berselang satu minggu. Saya yang merasa diri saya sendiri sudah keren, ternyata lagi-lagi hanya setitik debu. Saya cuma pekerja biasa dan punya usaha 1 buah restoran, sedangkan mereka-mereka: masih muda sudah doktor, punya puluhan cabang restoran, memiliki beberapa hak paten, dan masih banyak pencapaian lain. Lagi-lagi “aku mah apa atuh”.

Epilog

Saya lupa siapa tokoh yang pernah mengatakan “bekerjalah sampai orang tidak bertanya lagi siapa nama Anda ketika bertemu”. Maka saya akan terus bekerja, berwirausaha, berbuat sesuatu ke masyarakat hingga masyarakat eskimo di ujung kutub sana tahu siapa saya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *