Uncategorized

The Power of Kepepet

Istilah dalam judul di atas, “the power of kepepet”, pasti familiar di telinga kita. Jargon ini ingin mengungkapkan bagaimana potensi seseorang, ditambah kreativitas, bisa muncul saat ia kepepet. Tentu saja yang dimaksud dengan potensi dan kreativitas tadi dalam artian positif, bukan seperti “makin ketat aturan, semakin banyak cara mengakalinya”.

Apa saja sih yang bisa digolongkan kepepet? Menurut saya ada dua: saat seseorang sudah tidak memiliki sumber daya yang ready to use untuk mencapai tujuan; dan saat (dalam istilah diplomasi) hurting stalemate alias udah mentok ga bisa ke mana-mana.

Ruwet ya? Mungkin contoh berikut bisa mempermudahnya.

Berwirausaha

Ketika saya mulai mencoba berwirausaha di Jakarta, saya masih takut melepaskan pekerjaan tetap saya. Tentu saja dengan alasan klise: takut pendapatan tidak menentu. Tapi satu dari tiga pendiri, panggil aja SG, memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan dan fokus mengurus usaha. Sebuah keputusan yang beresiko tinggi, di usia 20an saat masih banyak kebutuhan yang perlu dipenuhi.

Singkat cerita, usaha kami ini naik turun, lebih banyak turunnya kalau boleh jujur. Hingga suatu saat kami memutuskan mengakhiri usaha. Tapi SG tadi, tentu tidak segampang itu mengiyakan. Ia sudah beberapa bulan berpendapatan minim, tidak bisa kembali ke pekerjaan dulu, dan pasti mengalami buffer time mencari kerja tanpa berpendapatan sama sekali. Tapi ketika kami tanyakan solusi darinya, SG juga tidak bisa menjawab. Akhirnya kami sepakat, usaha ini kami beri waktu dua bulan lagi untuk menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Pun dalam upaya selama dua bulan itu, tidak boleh ada lagi modal pribadi yang disuntikkan.

Sejurus kemudian, tanpa kami berdua tahu, SG memutar otak dan relasi untuk mempertahankan usaha kami. Berbagai ide yang sebelumnya tidak terpikirkan, mendadak keluar dari dirinya. Ia melakukan inovasi ini itu, bekerja sama dengan berbagai orang, mencoba bermacam produk, dsb. Semuanya itu dilakukan tanpa meninggalkan value utama kami: persahabatan dan semangat membangun masyarakat. Dus, mendekati dua bulan deadline, usaha kami mulai meningkat dan terus meningkat sampai saat ini.

Kalau tidak karena kepepet waktu dan uang, tentu ide brilian tadi tidak akan keluar kan?

Perjalanan ke Daerah Terpencil

Satu hal yang saya suka dari bepergian ke daerah terpencil adalah ketidakterdugaan yang muncul. Selain karena sumber daya terbatas, termasuk tidak ada sinyal telepon seluler, juga karena saya tidak bisa ke mana-mana. Semua tindakan harus diputuskan saat itu juga, dengan ketiadaan privilege yang bisa didapatkan di kota besar seperti Jakarta.

Suatu saat, saya pergi ke hampir ujung timur Indonesia. Suatu ketika, kami mau tidak mau harus melewati suatu wilayah adat. Baru memasuki wilayah itu saja, kami (tentunya) diwajibkan sowan ke tetua adat. Selesai bersilaturahmi dengan sang tetua, hampir setengah penduduk kampung mengikuti kami ke atas kapal -wilayah laut tertentu dalam adat, termasuk wilayah mereka, tidak hanya wilayah daratan.

Di atas kapal, para penduduk ini tadi meminta beberapa barang sebagai souvenir, barang-barang yang menurut mereka menarik. Saat datang, mereka membawa beberapa senjata tajam. Meski senjata tadi dimaksudkan untuk berjaga-jaga dan selalu mereka bawa dalam situasi apapun, kami semua yang di atas kapal tetap saja sedikit ketakutan. Hal terburuk pun terbayang di kepala kami. Terlebih beberapa barang yang diminta, tidak dapat kami berikan karena benar-benar berharga.

Dalam kondisi itu, tentu kami semua harus memutar otak untuk bisa bernegosiasi. Posisi kami ada di tengah laut dan harus melewati daerah itu. Jika kami memutuskan mundur dan tidak jadi lewat, tentu sia-sia perjalanan kami tidak sampai ke tempat tujuan.

Berdiskusi, mengeluarkan ide, membujuk dengan berbagai cara, sampai berupaya membaca dari buku yang ada tentang pilihan yang bisa diambil. Akhirnya semua selesai juga. Beberapa barang tetap kami barterkan supaya diizinkan lewat, tapi tidak merugikan kami-kami ini juga.

Setelah lewat, kami mendengarkan kembali rekaman suara negosiasi. Kami tertawa-tawa sendiri mendengar ide-ide dan tawaran kami ke mereka. Kami juga tertawa-tawa mendengar cara penduduk bernegosiasi dengan kami untuk memiliki barang tertentu karena mereka belum pernah melihatnya dan sangat menginginkannya dengan cara damai. Terlintas di kepala kami, seandainya kami tidak kepepet harus lewat dan mereka tidak kepepet kepingin banget -bahkan mungkin bisa terbawa di mimpi, tentu negosiasi unik dengan berbagai tawaran unik, tidak akan bisa terjadi.

Kepepet Brings Power!

Masing-masing dari kita pasti memiliki cerita “the power of kepepet”. Intinya adalah bahwa kita sebagai manusia sebenarnya dibekali oleh akal yang luar biasa. Kita sebagai manusia sebenarnya bisa memiliki banyak ide kreatif untuk kebaikan kita dan sesama. Hanya saja, kemampuan kita itu muncul dengan luar biasa kalau kepepet. Padahal seharusnya saat tidak kepepet pun, kita bisa memunculkannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *