Apakah Anda pernah berdebat? Mengapa Anda berdebat? Apakah karena rasa puas saat memenangkannya? Apakah memang mencari sebuah jawaban terbaik? Atau sekedar Anda mudah tersinggung saat ada pendapat yang berseberangan dengan pendapat Anda? Jangan-jangan Anda berdebat karena memang suka membuat gaduh. Bisa juga Anda ternyata berdebat karena ingin memberontak dan membuka perspektif lain.
Semua pertanyaan tentang mengapa kita berdebat, sebenarnya merupakan pertanyaan saya. Sampai saat ini, saya suka sekali berdebat. Alasannya ya di antara pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan tadi. Meski begitu, setahunan ini saya sebisa mungkin mengurangi perdebatan. Apa alasannya?
Dengan Siapa dan Tentang Apa
Pertama-tama, saya sekarang ini mengobservasi dengan siapa saya berdebat, juga tema perdebatan. Dua hal ini terkait satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan.
Kita tidak mungkin -dan jangan sampai- berdebat soal kualitas tomat dengan tukang daging. Menjadi kebodohan kita kalau berdebat mengenai harga saham dengan seorang yang bahkan tidak tahu apa itu saham. Jangan sampai kita berdebat dengan new recruit soal strategi jangka panjang perusahaan.
Bahasa langsungnya, jangan berdebat dengan orang yang memang tidak pada levelnya membahas suatu isu. Bukan bermaksud merendahkan, namun kita harus memiliki sense apakah orang yang mengajak/diajak berdebat memang memahami isunya. Sah-sah saja mencari pemikiran out of the box, tapi jangan sampai juga kita tidak memperhatikan isi box karena asyik melihat hal-hal di luar box.
Tujuan Berdebat
Hal ketiga setelah dengan siapa dan tema adalah apa tujuan kita berdebat. Seperti pertanyaan saya di awal, apakah kita ingin sebuah perspektif baru, menunjukkan kalau kita benar, atau memang suka membuat gaduh.
Saran saya, berdebatlah hanya kalau Anda ingin mendapatkan perspektif baru. Hal ini karena menurut saya itulah satu-satunya perdebatan yang positif.
Kalau hanya untuk menunjukkan kita benar, tidak perlu berdebat. Kalau Anda memang yakin benar, biarkan waktu yang membuktikan. Anda cukup memastikan saja, lawan debat tidak melakukan hal yang berseberangan dengan Anda, supaya tidak salah (menurut kita). Tidak gaduh kan? Nah apalagi Anda berdebat karena memang suka gaduh, jangan sampai terjadi.
Kenapa poin gaduh ini penting? Karena ketika gaduh, perdebatan pasti akan membawa lebih banyak keburukan daripada kebaikan. Belum lagi semakin gaduh, akan banyak kekurangan diri Anda yang tidak sengaja akan terbuka.
Melihat ke Depan
Alasan tambahan tentang tujuan berdebat adalah saya sekarang lebih suka “memandang ke depan”. Salah satu yang saya suka dari atasan saya adalah ia selalu bertanya “baiklah, apa yang harus kita lakukan kemudian” atau “bagaimana selanjutnya kita menyelesaikan masalah ini” daripada harus berdebat berlarut-larut.
Saya ingin sekali seperti atasan saya tadi. Daripada menggali kesalahan atau mengobok-obok air keruh, lebih baik memikirkan solusi. Misalnya soal air keruh, memang kita harus tahu penyebab dia keruh. Hanya saja di awal memandang air keruh tadi, angle pikiran kita jangan berfokus kenapa ia keruh, tetapi harus pada niatan membuat keruh tadi menghilang.
Toh biasanya pembuat keputusan adalah bukan mereka yang berdebat. Sebuah perdebatan hanya menjadi sarana pembuat keputusan mendengar argumen dan memutuskan mana yang terbaik. Sehingga ketika berdebat, lebih baik kan kalau sekaligus menawarkan langkah ke depan yang perlu diambil.
Tidak Semua Harus Dilayani
Maka saat Anda terjebak dalam sebuah perdebatan, ingat lagi empat poin di atas: siapa, tentang apa, tujuan, dan keterkaitan dengan pembuatan keputusan. Pastikan semuanya layak sebagai bahan melanjutkan perdebatan. Kalau tidak layak? Lebih baik Anda mengalah, toh tidak berarti kalah. Lebih baik Anda mengalah dari sebuah perdebatan sambil mengatur strategi melanjutkan hidup Anda ke depan dan menyelesaikan masalah.