Bulan depan, saya berkesempatan menginjakkan kembali kaki di Eropa, setelah hampir 6 (enam) tahun berlalu. Pada saat itu, saya pergi ke sana menggunakan AirAsia X, beruang saku hasil mengirimkan proposal sana-sini, serta hanya mengunjungi London dan Paris.
Bulan depan, saya terbang menggunakan Thai Airways, Lufthansa, dan Singapore Airlines! Ke sana juga dengan uang sendiri, serta mengunjungi banyak negara! Perubahan yang sangat drastis bukan? Boleh yang sombong sedikit, hehe.
Tapi sebenarnya, pengeluaran saya secara relatif untuk pergi bulan depan ini, sama dengan 6 (enam) tahun lalu!
Ide Pergi
Keinginan kembali mengunjungi Eropa muncul pada akhir Desember 2015 saat saya pulang ke rumah untuk libur akhir tahun. Waktu itu, ibu saya bercerita ada teman beliau yang pergi ke Lourdes dan Vatikan bersama rombongan. Kebetulan pula, saya ingin sekali ibu saya menikmati tempat-tempat suci Agama Katolik tersebut sebelum terlambat. Memang tidak sewajib naik haji, tapi tentunya kerinduan untuk mengunjungi tempat-tempat suci, ada di setiap agama.
Melihat brosur yang saya minta ibu pinjam dari teman, saya lumayan mengernyitkan dahi. Harganya sih tidak jauh berbeda saat saya geleng-geleng kepala berselancar di internet mencari paket tur. Di saat kurs dolar Amerika Serikat kala itu menembus Rp14.000, paket tur termurah mencapai 3.000 dolar lebih. Artinya, dibutuhkan Rp42 juta untuk keberangkatan 1 (satu) orang. Saya sih ikhlas saja menghabiskan uang itu untuk ibu saya. Tapi di sisi lain, saya juga ingin ke Eropa; dan tidak mungkin tercapai dalam waktu dekat dengan anggaran tiap orang segitu. 😛
Lebih Murah Tanpa Travel
Melihat itinerary-nya, plus berbekal pengalaman saya bepergian ke sana ke sini sendirian, termasuk mengatur semuanya sendirian; saya mulai mengecek satu per satu komponen yang ada. Ternyata setelah dihitung-hitung, dengan Rp42 juta tadi, saya bisa pergi berdua dengan ibu saya apabila saya mengatur semuanya sendirian. Bahkan uang sebanyak itu tadi akan sudah termasuk membeli oleh-oleh dan MENGUNJUNGI tiap tempat yang ingin didatangi. Kata mengunjungi sengaja saya tulis besar karena paket tur biasanya menuliskan tujuan, hanya saja pada kenyataannya hanya melewati, bukan mengunjungi. Kalaupun mengunjungi, Anda hanya akan turun di depan gerbang, membentangkan spanduk, berfoto, kemudian naik bus lagi.
Itinerary yang tertera di brosur tadi (dan mirip-mirip saya ikuti) adalah Paris-Nevers-Lourdes-Pisa-Roma untuk beberapa situs suci. Sedangkan rute “non-suci” lainnya, mengunjungi Belanda, Belgia, dan lain sebagainya.
Hunting Tiket Murah
Hal pertama yang harus dipikirkan saat ingin bepergian jauh adalah tiket pesawat. Tentunya pergi ke Eropa sana dari Jakarta, tidak semurah pergi ke Bandung. Mencari tiket jauh-jauh hari, menjadi kunci keberhasilan. Apalagi saat ini, sudah banyak situs pembanding tiket; berbeda jauh dengan beberapa tahun lalu yang harus membuka banyak situs kemudian mencatat perbandingannya.
Pertama yang saya buka tentu AirAsia X. Enam tahun lalu, saya mendapatkan tiket sangat murah melalui situs ini. Sayangnya, penerbangan Kuala Lumpur ke London atau Paris sudah tidak ada lagi. Oh ya, saya berencana mendarat di Paris atau Amsterdam dan terbang kembali dari Roma. Maka saya mencari-cari maskapai lain dan ternyata KLM memiliki harga promo untuk Bulan April. Lufthansa juga memberikan promo untuk Bulan September. Ini juga yang banyak tidak orang tahu, maskapai besar ternyata sering mengeluarkan harga promo, jadi jangan malas membuka-buka situs mereka.
KLM atau Lufhtansa?
Awalnya saya memilih KLM. Selain karena ia akan mendarat di Belanda yang sangat familiar dengan orang Indonesia, juga karena berafiliasi dengan Garuda jadi lumayan menambah miles saya. Belum lagi dengan mendarat di Amsterdam, saya bisa memulai perjalanan Eropa dari atas ke bawah, kemudian belok ke kanan. Ataupun kalau saya transit di Amsterdam cukup lama, saya bisa menikmati kota ini tanpa perlu menginap, sebelum saya kembali terbang ke Paris.
Namun kemudian saya membatalkan memilih KLM karena di Bulan April itu saya merencanakan sesuatu yang besar (meski sayangnya gagal). Akhirnya saya pun memilih Lufthansa dengan rute Jakarta-Singapura-Frankfurt-Paris PP. Jakarta-Singapura akan dilayani oleh Singapore Airlines dan Singapura-Frankfurt-Paris oleh Lufthansa. Memang Jakarta ini belum jadi hub internasional yang keren, Garuda juga belum terbang ke banyak negara non-Asia, maka maklum saja harus banyak transit kalau kita bepergian dari/ke Indonesia tercinta. Garuda memang memiliki penerbangan “langsung” dari Jakarta ke Amsterdam dan London, tapi ampun harganya dua kali lipat dibanding Lufthansa!
Masih untung saya tinggal di Jakarta, ibu saya masih harus menambah perjalanan Solo-Jakarta saat berangkat dan Jakarta-Solo saat pulang! Semoga di beberapa tahun ke depan, kita bisa menikmati penerbangan langsung dari Jakarta ke kota-kota besar dunia dengan harga murah.
Memilih Lufthansa
Okelah kita kembali ke persoalan Lufthansa. Tampaknya pilihan saya menggunakan Lufthansa tepat karena rute Singapura-Frankfurt PP akan menggunakan Airbus A380! Iya pesawat jumbo bertingkat paling besar di dunia itu. Kalau menggunakan KLM atau Garuda, saya “hanya” akan merasakan Boeing B777 yang sudah pernah saya naiki. Saya pun sudah bersiap memesan kursi di lantai 2 (dua). Untuk diketahui, kursi kelas ekonomi hampir semuanya ada di lantai 1 (satu), hanya beberapa kursi saja yang di lantai atas.
Sayangnya, penerbangan berangkat saya berubah dan saya harus mengubah rute terbang guna mengejar kereta sesampainya di Paris. Jadinya rute berangkat saya menjadi Jakarta-Bangkok (Thai Airways), lanjut Bangkok-Frankfurt (Lufthansa), kemudian Fraknfurt-Paris (Lufthansa) dengan pesawat terbesar adalah Boeing B777. Ya sudahlah, untung penerbangan pulang tidak diganti dan saya sudah mengamankan kursi di lantai atas.
Satu lagi penerbangan yang harus di-booking adalah rute Paris-Pisa. Dua kota ini lumayan jauh dan tidak ada kereta langsung antara keduanya sehingga terbang adalah pilihan paling efisien. Tidak banyak penerbangan langsung di antara rute ini, hanya ada beberapa low-cost carrier(LCC). Pertama kali, saya memilh Transavia yang berangkat pukul 6 pagi dengan niat bisa menikmati Pisa selama seharian penuh. Tapi karena rute ini dihapuskan di awal Agustus, maka saya terpaksa menggunakan Easyjet yang berangkat pukul 1 siang. Semoga saja Easyjet tidak memiliki penyakit yang sama dengan LCC di Indonesia yang hobi terlambat dan mengacaukan jadwal jalan-jalan saya di Pisa.
Menyiasati Akomodasi
Selanjutnya mari kita bergerak ke persoalan memilih penginapan. Sebelum-sebelumnya, ketika saya bepergian sendiri atau bersama teman, kami tidak terlalu memikirkan penginapan. Yang terpenting bagi kami adalah bersih dan mudah dijangkau. Lebih baik lagi kalau bisa menumpang di rumah teman (yang masih single)! Seperti ketika menjelajahi Asia Tenggara, kami sekedar menginap di hostel. Pun ke Amerika Serikat sendirian, saya memilih AirBnB dengan segala resikonya.
Tapi kali ini saya bepergian dengan ibu saya, sehingga tidak mungkin saya mengambil resiko mendapatkan penginapan yang kotor atau berada di lingkungan yang tidak aman. Setelah dipikir dan dihitung pun, anggaran saya sendirian mengambil AirBnB, sama dengan anggaran 2 (dua) orang untuk sebuah kamar hotel.
Pastikan Daya Tahan Tubuh
Maka setelah melihat rute perjalanan, mengukur daya tahan tubuh, dan membandingkan harga tiket kereta -saya ceritakan nanti di bawah ini, saya memutuskan hanya menginap di 3 (tiga) kota, Pertama kali, saya akan menginap di Lourdes dekat dengan stasiun dan situs suci yang mau dikunjungi. Dua malam di Lourdes, saya akan bergerak ke Paris dan menginap di sana selama 5 (lima) malam! Baru kemudian selanjutnya menginap di Roma selama 4 (empat) malam.
Semua hotel ini baru saya booking di awal Juni, sebelum mulai mengurus visa. Ada hotel yang saya pesan dengan sistem bayar-nanti, ada juga yang langsung bayar. Biasanya, hotel yang langsung bayar lebih murah daripada bayar-nanti; meski tentunya Anda beresiko hilang uang apabila tidak jadi menginap. Maka saya memilih opsi langsung bayar untuk hotel di kota yang saya sudah pasti tidak akan mendapat tebengan menginap. Sedangkan untuk kota yang saya memiliki kenalan, saya pilih opsi bayar-nanti.
Di Lourdes, berhubung ini semacam kota pertapa, saya memesan hotel yang cukup decent, tidak berbintang, tetapi bersih (tampak dari gambar). Sedangkan di Paris, saya menginap di iBis! Saya mendapatkan iBis tidak terlalu mahal, terbantu oleh promo situs pembanding harga tiket dan hotel di saat masa libur Lebaran. Sedangkan di Roma, untunglah saya memesan bayar-nanti karena ternyata saya mendapatkan penginapan gratis dari teman saya! Lokasinya di mana? Saya akan ceritakan nanti ketika sudah pulang perjalanan. Dengan hanya menginap di 3 (tiga) kota, saya juga terhindar dari membawa-bawa koper ke sana ke mari; cukup meletakkan koper besar di hotel dan bepergian membawa barang secukupnya.
Transport Within Eropa
Bergerak dari satu kota ke kota lain di dalam Eropa, tentunya kereta menjadi pilihan terbaik (menurut saya). Selain jadwal yang pasti, tingkat keamanan di sepanjang perjalanan juga menjadi faktor terpenting. Meski Eropa negara maju, tetap saja kan kita harus berhati-hati misalnya di antara Paris-Lourdes banyak bajing loncat seperti di Indonesia sini.
Saya pun memesan kereta begitu mendarat di Paris untuk langsung menuju Lourdes sebagai tujuan utama. Awalnya saya ingin memesan tiket dari Lourdes menuju kota berikutnya, kemudian dari kota berikutnya ke kota selanjutnya. Tapi setelah membandingkan harga, tampaknya lebih baik saya menetap di Paris kemudian setiap harinya, pagi berangkat ke kota sebelah, kemudian petang hari kembali ke Paris. Itulah alasan saya menginap cukup lama di Paris. Tiga hari akan saya habiskan di kota lagi, kemudian 3 (tiga) hari saya habiskan di Paris.
Selain antar-kota di Prancis, saya juga memesan kereta untuk rute Pisa-Roma. Sedangkan Paris-Pisa, seperti diceritakan di atas, saya memilih terbang menggunakan Easyjet.
Memenuhi Hasrat Kepingin Lihat Amsterdam
Di awal tadi, saya juga bercerita salah satu alasan saya awalnya memilih KLM adalah rasa ingin mengunjungi Amsterdam. Akhirnya setelah memilih Lufthansa, saya merelakan untuk belum berkesempatan mengunjunginya. Tapi karena film Negeri van Oranje, saya jadi kepingin lagi pergi ke sana! Apalagi salah satu sahabat saya zaman SMA, sedang menuntut ilmu di Belanda dan pada rentang saya mengunjungi Eropa, dia ada di Amsterdam.
Maka saya sebenarnya memesan tiket kereta dari Lourdes ke Amsterdam (dan Amsterdam ke Nevers tadi). Tapi ternyata semua kereta dari Lourdes akan berhenti di Paris dan menuju Amsterdam harus berganti kereta. Parahnya, stasiun saya berhenti di Paris dari Lourdes ada di selatan dan menuju Amsterdam, ada di utara! Alias beda stasiun dan jaraknya super jauh! “Penipuan” sekali situs kereta hanya menuliskan transit di Paris, sama seperti kalau Anda transit di Tokyo, harus berhati-hati karena bisa saja turun di Haneda dan terbang dari Narita.
Sehingga kemudian, saya memutuskan menginap saja dulu di Paris, baru keesokan harinya pergi ke Amsterdam. Toh ternyata lebih murah memotong tiket seperti itu, daripada mengambil perjalanan langsung bertransit tadi. Jadilah seperti saya ceritakan tadi, saya memilih menginap 5 (lima) malam di Paris, kemudian tiap harinya bepergian ke kota sebelah.
Juga kalau Anda membeli tiket kereta melalui Raileurope, banyak diskon tersedia di sana untuk pembelian tertentu. Sehingga kalau Anda banyak membeli, tips dari saya, jangan membeli dan membayar satu persatu; kumpulkan semua dalam keranjang, kemudian bayarlah bersamaan.
Epilog
Itu tadi sepenggal persiapan saya melancong ke Eropa. Ada 2 (dua) hal yang belum saya ceritakan: membeli advanced-ticket masuk ke situs-situs wisata dan tentunya proses pembuatan visa! Saya lanjutkan dalam cerita berikutnya di sini supaya Anda juga kalau bepergian, bisa menyiapkan satu persatu hal yang dibutuhkan, tidak seabrek semua langsung disiapkan, bisa sakit kepala Anda nanti.
Dulu waktu naik kereta Roma-Pisa agak lama, makan 5 jaman apa ya. Semoga perjalanan bapa Assed tidak selama saya. Anyhow, pemandangan selama kereta berjalan sungguh menarik lhoh.
Tiketku sih menuliskan 3 jam, itupun sampai di Roma 22.00, hoho, jangan sampai 5 jam. Hmm, berarti pemandangannya ga kelihatan karena udah malem. September autumn pula, matahari tenggelam lebih cepat.