Uncategorized

Euro Pilgrimage Trip : Nevers & Lisieux

Perhentian kedua saya adalah Nevers. Well, sebenarnya secara teknis ini bukan perhentian kedua karena pasca Lourdes, saya kembali ke Paris terlebih dahulu. Di Paris, kami menginap selama 7 hari 6 malam; dan pada hari pertama, kami hanya mengunjungi Menara Eiffel di sore dan malam hari -yang harus terhenti karena hujan lebat turun.

Barulah di pagi hari kedua, kami beranjak menuju Nevers untuk melihat jasad St. Bernadette yang tidak hancur oleh waktu. Berangkat dari Gare de Paris Bercy, perjalanan membutuhkan waktu selama dua jam.

Seperti selalu saya ulang ketika memilih penginapan, Hotel Ibis Alesia Montparnasse yang saya tinggali selama di Paris, dekat dengan stasiun komuter (atau orang Paris menyebutnya: Metro). Maka kalau di hari pertama saya membutuhkan waktu 15 menit dari hotel ke Eiffel, di hari kedua saya juga cuma memerlukan waktu 15 menit dari hotel hingga di Bercy. Itupun 10 menit di antaranya duduk manis di kereta komuter.

Memang benar, negara maju adalah mereka yang bisa membuat orang-orang (berduit) mau menggunakan kendaraan umum. Tapi memang, sistem Metro (plus bus, RER, dan komuter lainnya) sangat terintegrasi dan memiliki banyak stasiun sehingga memudahkan mobilitas. Petunjuk penggunaan serta jadwal dan rute kereta pun mudah dipahami, bahkan bagi turis yang tidak bisa berbahasa Prancis.

Menjelajahi Nevers

Seperti Lourdes, Nevers tampaknya adalah pedesaan Prancis. Kalau Lourdes masih ramai dengan jutaan peziarah, Nevers meski memiliki satu spot ziarah Katolik, kotanya “tidak tertolong” lagi. Kota ini sepi sekali. Memang ada banyak toko, selain hanya terpusat di suatu area, tapi semuanya sepi dan tidak tampak ada aktivitas meskipun buka.

Lokasi ziarah berupa jenazah utuh St. Bernadette bahkan hanya lima menit berjalan kaki dari stasiun. Ketika kembali ke stasiun, kami mengambil arah berbeda dan hanya memakan waktu lima menit juga.

Restoran di sini kebanyakan justru menjual kebab, selain makanan standar seperti sandwich dan pasta. Tampaknya banyak imigran Turki atau Maroko di sini karena bahkan steak yang dijual, memiliki cita rasa rempah kebab Timur Tengah.

Saya bertanya-tanya bagaimana penduduk kota ini bertahan mencari nafkah, terutama mereka yang memiliki toko atau restoran, siapa saja pelanggan mereka kalau kota sesepi ini.

Saya tiba di kota ini pukul 11.00. Setelah menuju lokasi ziarah, memutari kota sejenak, dan makan siang; segala urusan saya selesai pukul 15.00. Tampaknya saya salah strategi dengan membeli tiket pulang pukul 18.00. Awalnya saya mengira ada beberapa tempat lain untuk dijelajahi, tapi ternyata hampir tidak ada, ditambah dengan cuaca dingin dan angin kencang.

Basilika St. Theresia – Lisieux

Esok paginya, saya bergerak menuju Lisieux. Jarak kota ini dari Paris lebih dekat dibanding Nevers, hanya 1,5 jam perjalanan menggunakan kereta biasa.

Sampai di kota ini diiringi hujan, kota/desa ini nampak seperti di film-film Silent Hill, hahaha. Suasananya memang lebih ramai dibanding Nevers, namun bentuk bangunan dan suasana kota jauh lebih tua dan cukup menyeramkan.

Yang saya baca, situs rohani utama kota ini, Basilika  St. Theresia, adalah yang kedua terbanyak dikunjungi di Prancis setelah Lourdes, sekitar 2 juta orang turis asing. Luar biasa bukan, hanya sebuah gereja di desa terpencil Prancis. Pantaslah kalau Prancis mencatat turis asing terbanyak di dunia.

Di Basilika tadi, kita bisa melihat relikui St. Theresia, memorabilia Paus Yohanes Paulus II, Mother Teresa dari Kalkuta, serta beberapa santo-santa lain. Basilika ini, seperti halnya Basilika lain, juga memiliki pintu suci yang dibuka berdasar instruksi Paus. Bendera Vatikan juga berkibar di halaman Basilika, sebagai penanda gereja ini bisa menjadi salah satu kediaman Paus -kalau kediaman uskup, disebut sebagai katedral.

Selesai mengunjungi Basilika, saya berkeliling sejenak di Lisieux. Sama seperti di Nevers, tidak ada orang berkeliaran ketika jam kerja. Penduduk baru nampak seliweran di jalan saat selesai jam kerja. Stasiun kereta juga ramai di jam berangkat dan pulang kerja. Tampaknya ini adalah orang-orang yang berasal dari kota sekitar dan bekerja atau sekolah di sini. Beruntung bagi mereka, sistem kereta di Prancis sangat bagus, kereta banyak jumlah dan rutenya. Kartu langganan setiap bulan juga murah, terlihat dari poster yang ada di stasiun.

Dus, tidak berbeda dengan Nevers, saya mengakhiri penjelajahan Lisieux pukul 14.00 dan menunggu kereta pukul 17.34. Bersiaplah saya kembali ke Paris untuk lagi-lagi menumpang tidur sebelum besok bergerak ke Amsterdam PP seharian, lagi-lagi dengan cukup duduk manis di kereta. What an amazing train-based transport system here!

Berikut ini dokumentasi saya, scroll down sampai ke bawah ya untuk lihat kerennya Basilika.

*Tulisan ini adalah bagian dari series Euro Pilgrimage Trip saya pada 11 – 24 Sept 2016.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *