Banyak orang menuliskan, kenapa harus sekolah tinggi-tinggi, mahal-mahal. Toh Mark Zuckerberg atau Bill Gates aja drop out dan malah jadi orang terkaya di dunia. Atau Bob Sadino juga ga pernah sekolah tuh, pernah jadi salah satu orang terkaya di Indonesia.
Menurut saya, sekolah yang bagus (biasanya tinggi dan mahal tadi) tetaplah penting. Sekolah bagus ini, baik Anda sebagai mahasiswa lulus atau tidak, membentuk perspektif seseorang sehingga mereka bisa menjadi (sukses) seperti sekarang.
Beberapa “Cap” Lulusan
Laiknya Universitas Harvard yang memiliki nilai visioner dan kompetisi tinggi, maka orang-orang seperti Mark Zuckerberg dan Bill Gates tadi bisa sukses karena perspektif yang ditanamkan oleh Universitas Harvard sejak awal masuk; meski mereka tidak menyelesaikan kuliahnya. Pun di Indonesia, lulusan dari Universitas Indonesia biasanya lebih suka nyablak ketika berargumentasi. Hal ini karena sejak awal masuk, para mahasiswa sejak awal masuk didorong untuk berani mengemukakan pendapat secara terbuka (selama mereka memiliki data yang valid).
Tak hanya di level universitas, beberapa sekolah menengah atas yang saya kenal baik para lulusannya, juga memiliki karakter-karakter yang khas. Ambilah para lulusan SMA Kolese De Britto Yogyakarta atau SMA Pangudi Luhur Jakarta (Brawijaya / Dharmawangsa). Para lulusan dua sekolah ini biasanya lebih terkesan urakan, tidak memperhatikan penampilan, selama mereka bisa berkarya. Mereka kemudian biasanya lebih out of the box saat berpikir dan bertanggung jawab dengan pilihan yang diambil. Kenapa mereka begitu? Karena (yang saya dengar), memang sejak awal para murid kedua sekolah ini dibebaskan mengekspresikan atau menggapai cita-cita apapun, selama dilakukan dengan jalan yang benar / positif, dan mereka bertanggung jawab atas pilihan jalan yang diambil.
Seperti pula kampus saya dulu ketika SMA. Sejak awal masuk, kami dicekoki dengan kalimat “memberikan karya terbaik bagi masyarakat, bangsa, negara, dan dunia”. Kalimat ini sangat sakti hingga berpuluh tahun kemudian pun, di manapun alumninya berada, dalam pekerjaan atau posisi apapun, semuanya mencoba memberikan yang terbaik dari dirinya untuk sekitarnya.
Terus “Membawa” sampai Lulus
Contoh lain misalnya sebuah kampus mentereng yang alumninya dinilai lebih sombong dibanding alumni universitas lain. Meskipun, para alumninya memang lebih pintar / skillful. Hal ini terjadi karena sejak awal menjadi mahasiswa di kampus tersebut, mereka dimasuki pendapat bahwa mereka adalah orang-orang terpilih yang bekemampuan masuk ke dalam universitas tersebut. Sehingga mereka kemudian harus selalu bangga dan percaya diri. Ini pun terbawa hingga lulus: para alumninya meyakini bahwa tindakan / pemikiran yang mereka ambil adalah yang terbaik.
Juga bisa mengambil contoh Universitas Bina Nusantara (BINUS) yang terkenal dengan kurikulum khususnya: instilling kewirausahaan dan teknologi di semua aspek. Maka jangan kaget kalau banyak lulusannya mentereng di hybrid kedua bidang ini, seperti William Tanuwijaya (pendiri Tokopedia) atau Fifi Virgantria (Direktur IT dan Online Trading MNC Sekuritas).
Itulah sebenarnya kenapa sekolah-sekolah mendapat predikat bagus. Tak hanya persoalan akademik atau prestise, tetapi juga perspektif dan nilai-nilai yang ditanamkan selama proses pendidikan. Itulah yang membedakan bagus atau tidaknya sebuah lembaga: keluarga, pendidikan, pekerjaan, pun institusi pemerintahan. Anda bisa memilih masuk ke sekolah (atau lembaga) bagus tadi supaya Anda memiliki perspektif dan nilai mumpuni; atau juga masuk ke sana untuk menciptakannya. Intinya: it is worth it!
1 thought on “Sekolah Bagus: Perspektif dan Nilai”