Tulisan berikut adalah kelanjutan beberapa tulisan tentang pendidikan, misalnya tentang perspektif dan nilai serta pilihan kuliah di dalam negeri. Namun bisa dibilang, artikel ini akan lebih money-oriented karena melihat sisi return on investment dari sebuah pendidikan. Saya tahu benar, pendidikan tidak selamanya tentang investasi, tentang pengembalian uang sekolah; tetapi saya tergerak menulis seputar per-cuan-an karena banyak pertanyaan kepada saya: Is it worth pursuing a masters/doctoral degree? Is it reflected to your salary increase or business development?
Saya tuliskan disclaimer pastinya bahwa ini adalah pengalaman saya yang tidak bisa menjadi sebuah generalisasi. Tentu juga dalam hal kenaikan pendapatan, baik melalui gaji maupun usaha sendiri, pengalaman Anda harus mengimbangi pendidikan. Pendidikan juga tidak melulu berarti pendidikan formal dengan hasil sebuah ijazah. Mengikuti seminar, pelatihan, sertifikasi juga merupakan wujud pendidikan, yakni bahwa kita mau menambah kemampuan diri.
Return on Investment Mengambil S2 dan S3
Kembali ke laptop, jadi apakah pendidikan itu memberikan return on investment yang tinggi? Di pengalaman saya sih yes. Saya memulai penghitungan 6 (enam) bulan sejak masa perkuliahan selesai, melakukan perbandingan dengan gaji sebelumnya, juga biaya perkuliahan itu sendiri.
Enam bulan pasca lulus S2 di akhir 2013, saya mendapatkan kenaikan gaji sebesar 58% dibanding ketika memulai kuliah pada akhir 2011. Kemudian untuk menutup biaya perkuliahan, berhubung saya mengambil kuliah part-time sembari bekerja, saya membutuhkan waktu 7 (tujuh) bulan apabila menggunakan alokasi besaran gaji 2011. Ini di luar beberapa pendapatan sampingan yang saya dapatkan karena bisnis serta pekerjaan dari networking teman kuliah.
Adapun pasca lulus S3 di pertengahan 2020, gaji yang saya dapatkan mengalami kenaikan 48%. Cukup besar secara presentase dan secara angka berbanding kenaikan saat S2 sebelumnya. Menghitungnya dari gaji terakhir -saya sempat salah langkah dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji lebih rendah saat kuliah S3, maka saya mendapatkan 71% kenaikan. Nah hanya saja, untuk menutup perkuliahan selama (3) tahun S3, saya membutuhkan waktu 18 (delapan belas) bulan dari alokasi besaran gaji era 2017-2019.
Cukup tinggi bukan secara Rupiah? Nah coba Anda hitung-hitung kalau pernah atau mau melanjutkan pendidikan. Kalau Anda mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan secara full-time, maka hitungan tentu harus mengurangi pendapatan yang hilang di saat menempuh pendidikan -bisa jadi positif seandainya memiliki pendapatan sampingan atau mendapatkan allowance bulanan.
Bisa Tetap Kaya Tanpa Pendidikan Tinggi
Tentu tetap ada pandangan bahwa crazy rich people di luar sana banyak yang tidak berpendidikan tinggi. Tentu saja bisa! Tapi coba kita telaah, berapa nol koma nol sekian persen orang yang bisa melakukannya? Belum lagi kalau kita lihat lebih dalam, para crazy rich tadi kemudian menyekolahkan anak dan cucu ke sekolah-sekolah terbaik. Alasannya? Mereka ingin kekayaan mereka berlipat-lipat ketika generasi selanjutnya meneruskannya; dan mereka percaya bahwa pendidikan berkualitaslah yang mampu mewujudkan keinginan tersebut. So menurut saya, pendidikan tetaplah investasi penghasil cuan terbaik.
good article